Buku, Buku, Buku!

verba volant, scripta manent ~ kata-kata yang diucapkan akan lenyap, yang dituliskan akan tetap

My Photo
Name:
Location: Bintaro, Tangerang Selatan 15412, Indonesia

Born and raised in Jakarta, I wonder when, where and how this journey end? .. and how will I reborn again?

Tuesday, November 20, 2007

The Kite Runner [edisi Indonesia]


Penulis: Khaled Hosseini
Penerjemah: Berliani M. Nugrahani
Penyunting: Pangestuningsih
Penerbit: Qanita, Cetakan II: April 2006 (Cetakan I: Maret 2006)

Kita tak akan pernah bisa mengubur masa lalu. Terlebih pada masa lalu yang menerbitkan rasa bersalah. Rasa bersalah dan penyesalan inilah yang terus menghantui Amir dan memberinya insomnia. Yang menjadikan layang-layang baginya memiliki arti tersendiri. Yang membawa ingatannya pada teman-pelayan masa kecil--Hassan, pada ayahnya--yang dipanggil dengan Baba--, pada Kabul, Afghanistan. Dan terutama pada peristiwa yang menimpa Hassan. Sesudah Hassan berkata, "Untukmu, keseribu kalinya!"

Adakah kesempatan untuk menebus rasa bersalah itu? Untunglah ada, dengan adanya panggilan telfon dari Rahim Khan--sahabat Baba, yang tinggal di Pakistan. Dan ternyata, dalam perjalanan ke Pakistan dan kemudian ke Afghanistan, Amir mendapatkan kebenaran baru lainnya.

Amir yang terlahir dari etnis Pashtun, memiliki segudang keberuntungan yang tidak dimiliki etnis Hazara, yaitu etnis asal Hassan. Masalah yang timbul akibat perbedaan etnis sudah terasakan sejak anak-anak masih kecil. Hassan digambarkan selalu berbuat baik dan membela Amir. Sedangkan Amir kecil digambarkan menggapai-gapai cinta Baba, membalas kebaikan Hassan dengan kejahilan, dan Amir bersifat pengecut. Amir bahkan melakukan tindakan tidak terpuji yang pada akhirnya membuat Ali-ayah Hassan-- memutuskan untuk meninggalkan rumah orang tua Amir.

Kehidupan masa kecil yang menyenangkan bagi seorang Pashtun berakhir setelah Uni Soviet menginvasi Afghanistan. Amir dan Baba pindah ke Amerika Serikat dan meneruskan hidup mereka di sana. Bersama dengan orang-orang Afghanistan lainnya, hidup mereka jauh dari kemewahan. Tapi begitulah, rasa bersalah dan penyesalan terus mengikuti Amir.

Dalam perjalanan kembali ke Afghanistan, Amir menyaksikan Kabul yang dipenuhi reruntuhan dan kemiskinan. Berkuasanya Taliban ternyata juga tidak memberi kehidupan yang lebih baik bagi Afghanistan dan juga etnis Hazara. Etnis Hazara dibantai di Marza-i-Sharif. Ethnic cleansing oleh Taliban. Sebagian besar etnis Hazara adalah Muslim Syiah.

Bisakah menebus rasa bersalah akibat perbuatan "membalas air susu dengan air tuba"? The Kite Runner bercerita tentang hal ini, sambil bercerita tentang Afghanistan dan orang-orang Afghanistan. Menjadikan kisah Amir, Hassan, dan Baba, dan orang-orang di sekitar mereka, tertanam dengan kuat di benak saya. Mungkin karena Amir, Baba, Soraya--istri Amir--, adalah manusia-manusia biasa dengan segala kebaikan dan keburukan? Menjadikan saya meng-google Afghanistan, Taliban, Hazara, dan membuka atlas mencari letak Afghanistan dan kota-kotanya. The Kite Runner terus terngiang-ngiang di kepala.

2 Comments:

Blogger savic said...

selera yang bagus. dah baca a thousand splendid suns? lumayan jg lho.. liat sedikit review di www.khatulistiwa.net

December 09, 2007 10:00 PM  
Blogger Abu Hanan Sabil Arrasyad said...

assalamu alaikum, saya sudah membaca buku ini...secara novel buku ini bagus, namun sayang...isinya menggambarkan isi otak penulisnya yg cenderung amerika atau mungkin syiah dan cenderung seperti pada umumnya media barat menjelek-jelekkan dan memfitnah taliban...yah memang sekadar novel karangan. bagusnya kita membaca juga sebuah buku yg ditulis seorang wartawan yg masuk Islam justru setelah pengalamannya dipenjara taliban. In Hands of Taliban..sebuah kisah nyata yg jelas lebih memberikan bukti...selamat menikmati novel tanpa tendensi atau fitnah yg kadang merusak cara pandang kita

March 06, 2008 2:11 PM  

Post a Comment

<< Home