Buku, Buku, Buku!

verba volant, scripta manent ~ kata-kata yang diucapkan akan lenyap, yang dituliskan akan tetap

My Photo
Name:
Location: Bintaro, Tangerang Selatan 15412, Indonesia

Born and raised in Jakarta, I wonder when, where and how this journey end? .. and how will I reborn again?

Friday, May 11, 2007

Renungan dan Perjuangan


Judul Asli: bagian I - Indonesische Overpeinzingen dan bagian II - dari Out of Exile
Penulis: Sutan Sjahrir
Penerjemah: HB. Jassin
Penyunting: SW. Sjahrir
Pengantar: Charles Wolf Jr.
Catatan Akhir: Soedjatmoko
Penerbit: Djambatan & Dian Rakyat, 1990

Bagi generasi muda (dan setengah tua) Indonesia, yang lahir sesudah tahun 1960-an, nama Sutan Sjahrir barangkali hanya dikenal sebagai Perdana Menteri pertama Indonesia. Sjahrir menjabat sebagai Perdana Menteri sejak 13 November 1945 sampai dengan 27 Juni 1947--kecuali selama satu bulan dalam tahun 1946. Ketika itu, sistem pemerintahan beralih dari kabinet presidentil menjadi kabinet parlementer.

Pentingnya posisi Sutan Sjahrir dalam kepemimpinan bangsa Indonesia di masa sekitar kemerdekaan juga diabadikan Chairil Anwar di dalam salah satu bait Krawang - Bekasi berikut:
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir


Upaya mengenal Sutan Sjahrir lebih dekat, bisa diperoleh dengan membaca salah satu karya Sjahrir Renungan dan Perjuangan ini. Selama dan setelah membaca karya ini, betapa saya jadi kagum pada Sjahrir. Beliau adalah seorang pembelajar dan pemikir. Sutan Sjahrir, Bung Hatta, Bung Karno, dan mestinya juga pemimpin-pemimpin lain pada waktu itu, adalah manusia-manusia pembelajar dan juga pemikir.

Buku Renungan dan Perjuangan terdiri dari 2 bagian. Bagian I : Renungan Dalam Tahanan adalah terjemahan dari Indonesische Overpeinzingen, yang diterbitkan di Amsterdam tahun 1945. Sedangkan Bagian II : Aksi adalah tulisan Sutan Sjahrir yang ditulis atas permintaan Charles Wolf, Jr untuk dimuat dalam Out of Exile, yang diterbitkan di New York tahun 1948. Keseluruhannya diterjemahkan oleh HB. Jassin.

Naskah asli Renungan Dalam Tahanan adalah surat-surat Sutan Sjahrir kepada istrinya dan esai-esainya ketika Sjahrir ditahan di penjara Cipinang, Jakarta dan diasingkan ke Boven Digoel dan Banda Neira. Surat-surat tersebut bertanggal 29 Maret 1934 sampai dengan 25 Maret 1938. Surat-menyurat terhenti dengan putusnya hubungan Indonesia dan Belanda akibat pecah Perang Dunia II. Ny. Maria Duchateau--istri Sjahrir pada waktu itu yang tinggal di Belanda-- bekerja sama dengan Sutan Sjahsam--adik Sjahrir--, menyunting surat-surat dan tulisan-tulisan Sjahrir tersebut ke dalam bentuk buku harian (kalau sekarang blog?).

Mengingat bahwa pada waktu diterbitkan, belum diketahui apakah Belanda akan berkuasa lagi di Indonesia, maka nama-nama tokoh utama disamarkan. Di bagian belakang buku, disertakan "Daftar Nama Dalam Teks", yaitu nama-nama samaran yang digunakan di dalam buku dan nama asli tokoh yang dimaksud. Seperti Hafil adalah nama samaran di buku ini untuk Mohammad Hatta, dr. Soeribno adalah untuk dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Soebana untuk Mr. Iwa Koesoemasoemantri, Siregar untuk Mr. Amir Sjarifoeddin, atau Abdulrachman untuk Ir. Soekarno.

Sedangkan Aksi mengisahkan kondisi menjelang pecah Perang Dunia II, perjuangan di masa penjajahan Jepang, kemerdekaan dan upaya mempertahankan kemerdekaan melalui perundingan-perundingan dengan Belanda sampai akhir tahun 1947.

Sjahrir tidak hanya menulis tentang pengalaman-pengalamannya di penjara Cipinang, di perjalanan ke tempat penahanan yang baru, maupun di tempat pembuangan, tetapi juga ia menulis tentang pengamatannya atas sikap masyarakat sekitar terhadap sesuatu (misalnya masyarakat buangan di Digoel, kondisi masyarakat di Banda Neira, sikap orang Belanda di Indonesia terhadap Jerman, sikap anti-Belanda orang Indonesia sehingga memandang Jepang sebagai pembebas, dan lain-lain). Ia menyelami batin bangsanya. Sjahrir juga menganalisis berbagai peristiwa di Indonesia dan dunia. Sjahrir memantau berita-berita luar negeri dari siaran radio dan suratkabar.

19 Agustus 1937 - Sepanjang pengamatanku, seluruh penduduk Islam di Indonesia sekarang ini pro-Jepang. Jepang makin lama makin populer, seperti dulu demikian halnya dengan Jerman. Aku selalu mencoba meyakinkan orang-orang di pulau ini, bahwa orang Jepang bukan malaikat-malaikat, dan bahwa apa yang dilakukannya sekarang ini tidak lain dari suatu perjalanan perampokan secara besar-besaran. Aku yakin bahwa sekali waktu, Jepang akan menarik keuntungan dari simpati yang besar bangsa Indonesia terhadapnya itu. Bukan saja di pulau Banda ini, tapi di seluruh Indonesia, sampai ke kampung-kampung yang terpencil, orang ...


Di samping penggunaan nama-nama samaran, buku Sjahrir ini juga tidak banyak menyebutkan nama-nama orang. Contohnya adalah tidak disebutkannya nama anak-anak angkat Sjahrir yang turut dibawanya ke Jawa dari Pulau Banda. Nama anak-anak angkat Sjahrir justru saya ketahui dari buku Memoir - Mohammad Hatta. Apakah ada hubungannya dengan cara kerja Sjahrir yang di bawah tanah?

Dari buku Renungan dan Perjuangan yang diterjemahkan dari bahasa Belanda ini, pembaca--generasi penerus bangsa Indonesia-- mendapat informasi kondisi Indonesia yang pada waktu itu dijajah Belanda dan kemudian Jepang, dan upaya-upaya bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia. Sutan Sjahrir memberi teladan pada kita.

...

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan, dan harapan
atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

...
(Chairil Anwar, Krawang - Bekasi)