Buku, Buku, Buku!

verba volant, scripta manent ~ kata-kata yang diucapkan akan lenyap, yang dituliskan akan tetap

My Photo
Name:
Location: Bintaro, Tangerang Selatan 15412, Indonesia

Born and raised in Jakarta, I wonder when, where and how this journey end? .. and how will I reborn again?

Monday, July 16, 2007

Edensor

Penulis: Andrea Hirata
Penerbit: PT. Bentang Pustaka, Mei 2007

Buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi-Sang Pemimpi-Edensor-Maryamah Karpov berisi potongan-potongan mozaik Ikal dan Arai, sebagian kecil di Belitong dan yang besar sisanya di Eropa dan Afrika. Seperti Sang Pemimpi, bagian-bagian cerita disebut sebagai mozaik.

Potongan-potongan mozaik susul menyusul. Yang mengharukan, yang menyenangkan, yang menyedihkan, yang seru, yang bikin manggut-manggut, yang sulit dipercaya (masa sih ada yang seperti ini?), yang biasa-biasa saja.. Kemudian, ternyata ada potongan mozaik yang tidak disangka-sangka bertautan dengan potongan mozaik lainnya.

Mozaik-mozaik yang bukan lagi impian, melainkan sudah menjadi kenyataan!
"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu." (Arai)
Untaian mozaik yang mengasyikkan untuk diikuti, menemani saya dalam penyeberangan speed boat Nunukan-Tarakan dan penerbangan Tarakan-Jakarta.

Hanya saja, ada sedikit koreksi untuk buku ini, yaitu Presiden Amerika Serikat pembebas perbudakan bukanlah Benjamin Franklin (halaman 213), melainkan Abraham Lincoln. Sedangkan Benjamin Franklin adalah salah seorang founding father Amerika Serikat, salah seorang manusia dengan multi minat dan talenta. (heheh, sok tahu ya.. cmiiw)

Sang Pemimpi

Penulis: Andrea Hirata
Penerbit Bentang, cetakan ke-5: Februari 2007 (cetakan I: Juli 2006)

"Jelajahi kemegahan Eropa sampai ke Afrika yang eksotis. Temukan berliannya budaya sampai ke Prancis. Langkahkan kakimu di atas altar suci almamater terhebat tiada tara: Sorbonne. ..."

Itulah mimpi yang dihembuskan Pak Balia (Drs. Julian Ichsan Balia), kepala sekolah sekaligus guru sastra SMA Negeri di Belitong Timur, tempat Ikal, Arai, dan Jimbron bersekolah.

Sang Pemimpi berisi deretan mozaik kehidupan Ikal dan sepupu jauhnya Arai ketika bersekolah di SMA dan merantau ke Jawa (Arai kemudian ke Kalimantan). Bukan kehidupan yang serba mudah, tetapi kehidupan yang diisi dengan kerja membanting tulang mencari nafkah, kebaikan para sahabat, pengungkapan cinta, dan diselingi dengan pelanggaran larangan guru sekolah (menonton film di bioskop)!

Namun, setinggi-tingginya mimpi itu, Ikal sempat membayangkan dirinya, Arai, dan Jimbron menjadi pelayan restoran mi rebus, atau kernet omprengan reyot, atau memikul karung buah kweni dalam pakaian compang-camping. Tidak jauh berbeda dengan nasib Lintang--temannya di sekolah yang dulu. Ikal yang pemimpi berubah menjadi Ikal yang realis dan sayangnya sekaligus pesimis. Nilai-nilainya merosot tajam sehingga ayah Ikal yang biasanya duduk pada kursi nomor 3 sekarang harus duduk di kursi nomor 75. Meskipun demikian, ayah Ikal tetap datang ke sekolah dengan kebanggaan yang sama, dengan baju safari harum pandan dan mengayuh sepeda sejauh 30 km. Untunglah pada saat Ikal lulus SMA, ayahnya bisa duduk di kursi nomor 2--untuk Arai-- dan kursi nomor 3--untuk Ikal. 'Ayah juara satu seluruh dunia', kata Ikal.

Setelah selesai membaca buku ini, rasanya ingin sekali merekomendasikan buku ini untuk anak-anak sekolah. Rasanya ingin agar anak-anak sekolah di seluruh pelosok Indonesia ketularan bermimpi dan berusaha mewujudkan mimpi itu. Sayangnya, menurut saya, mozaik 10 tentang hukuman guru bercerita tentang hukuman yang kejam, tidak sopan, dan tidak mendidik, dan karenanya tidak sesuai untuk bacaan anak sekolah. Andaikan tidak ada mozaik 9 dan 10, buku ini sangat dianjurkan untuk dibaca anak-anak sekolah SD sampai SMA.

Bagaimanapun, salut dan selamat kepada Ikal dan Arai dengan perjalanan panjangnya menuju Sorbonne, dan juga kepada Jimbron yang dengan kebaikan hatinya punya cara sendiri membantu mewujudkan mimpi itu.