Buku, Buku, Buku!

verba volant, scripta manent ~ kata-kata yang diucapkan akan lenyap, yang dituliskan akan tetap

My Photo
Name:
Location: Bintaro, Tangerang Selatan 15412, Indonesia

Born and raised in Jakarta, I wonder when, where and how this journey end? .. and how will I reborn again?

Wednesday, April 26, 2006

Filosofi Kopi - Kumpulan Cerita Dan Prosa Satu Dekade 1995-2005

Author: Dee aka Dewi Lestari
Date Read: a few days ago

Filosofi Kopi adalah salah satu judul cerita yang dijadikan judul buku ini. Keseluruhannya ada 18 cerita dan prosa yang ditulis Dewi Lestari dalam kurun waktu 1995-2005.

Membaca Filosofi Kopi adalah seperti menikmati berbagai ramuan kopi: kopi tubruk, kopi pahit bersalut rasa manis, capuccino, kopi Vietnam, Mexican Coffee, caffeè latte, double espresso, dan macam-macam variasi lainnya. Dan semuanya NIKMAT! Kadang-kadang cangkir kecil double espresso yang sudah habis ingin dihirup kembali sehingga cangkir tersebut diisi lagi dan kita pun menghirupnya sekali lagi. Begitulah, beberapa prosa dibaca ulang untuk diresapi dan dinikmati kembali. Kita meneguk kopi sesesap demi sesesap untuk merasakan nikmatnya, dalam panas yang pas, dalam berbagai ramuan yang tepat. Dan apabila kita telah menyudahi hidangan berbagai ramuan kopi tadi, kita hanya bisa berucap lega dari anak lidah, 'aaahhh'.

Sunday, April 23, 2006

Jalan Raya Pos, Jalan Daendels

Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Tanggal Baca: minggu lalu

Seperti judulnya, Jalan Raya Pos, Jalan Daendels berawal dari jalan raya yang membentang dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Jawa Timur sepanjang 1.000 km yang dibangun semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Mr. Herman Willem Daendels. Jalan tersebut rampung dan dipergunakan pada tahun 1809. Sedangkan pemerintahan Daendels sendiri berlangsung selama tahun 1808-1811.

Sebenarnya pembangunan jalan tersebut bukanlah sepenuhnya pembangunan baru; sebagian besar jalan tersebut sudah ada sebelumnya. Peningkatan jalan yang sudah ada dengan melebarkannya menjadi 7 m memudahkan pergerakan di sepanjang jalan tersebut. Dikabarkan bahwa Daendels, yang mendarat di Anyer, menempuh Anyer-Batavia dalam waktu 4 hari. Setelah diperkeras dan diperlebar jarak tersebut bisa ditempuh dalam waktu 1 hari. Hal ini berkaitan dengan tugas Daendels untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Waktu itu, Perancis--yang sedang menguasai Belanda-- berperang melawan Persekutuan Eropa.

Mengenal watak orang Belanda yang tidak membuang-buang uang, Daendels mengajukan biaya perbaikan sistem jalan di Jawa, yang digunakannya untuk memperbaiki jalan Cisarua-Karangsembung. Biaya pembangunan selebihnya dibebankan kepada kepala pemerintahan setempat (Bupati, Residen, dan lain-lain), yaitu dengan menyediakan tenaga kerja dan bahan bangunan. Di sinilah diberitakan banyak kepala pemerintahan yang protes, pekerja yang tidak kuat karena medan yang berat dan makanan yang tidak cukup, serta penyakit malaria. Sangat banyak para pekerja rodi yang tewas sehingga Pram menyebutnya sebagai genoside!

Pram kemudian menceritakan kota-kota di sepanjang Jalan Raya Pos tersebut dari Anyer sampai Panarukan, sejarahnya dan kondisi pemerintahan setempat dan pekerja rodi selama pembangunan berlangsung, dibumbui dengan pengalaman Pram di suatu kota tertentu. Uraian mengenai Jalan Daendels dan kota-kota yang dihubungkannya, dilengkapi dengan uraian mengenai Daendels (1762-1818) yang ditulis oleh Koesalah Soebagyo Toer.

Buku ini diselesaikan Pram pada bulan April 1995 dan diterbitkan pada tahun 2005 (Cetakan I: Oktober 2005 dan Cetakan II: Desember 2005). Yang agak mengganggu adalah masih disebutnya Depok sebagai kotif atau pada beberapa kota masih disebut sebagai kodya, padahal sekarang istilah tersebut sudah tidak berlaku dan digantikan dengan sebutan 'Kota'. Di beberapa kota, Pram menyebutkan data statistik tahun 1980-an seperti misalnya data luas lahan atau data produksi. Sebaiknya data tahun 1980-an tersebut (kondisi 20-an tahun yang lalu) diperbarui paling tidak dengan data tahun 2000-an. Sejak krisis moneter melanda di tahun 1997-1998, banyak perubahan yang terjadi di Indonesia. Angka-angka produksi yang disebutkan mungkin sudah berbeda dari sebelumnya (tahun 1980-an dan 1990-an). Lebih-lebih karena buku ini diterbitkan tahun 2005, diperkirakan masih ada waktu untuk meng-update data.

Pramoedya Ananta Toer pantas kalau menyebut dirinya seorang 'Penulis' karena memang hasil tulisannya sangat banyak. Penulis yang produktif yang mungkin diikuti oleh Arswendo Atmowiloto (sebelum Arswendo tersandung kasus tabloid di tahun 1980-an). Bahkan pada masa 'dibungkam' pun, Pram masih produktif. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels adalah bukti bahwa Pram masih berproduksi di masa senjanya. Karya yang berdasarkan riset dan menambah pengetahuan generasi sekarang mengenai sepenggal jaman di Indonesia dengan pengorbanan rakyat di dalamnya.

Monday, April 17, 2006

Filosofi Naif Kehidupan Dunia Cyber


Penulis: Onno W. Purbo
Tanggal Baca: minggu lalu

Buku Filosofi Naif Kehidupan Dunia Cyber diterbitkan Penerbit Republika di awal tahun 2003. Onno Purbo menyoroti infrastruktur internet, kemudahan yang diberikannya (seperti bisa bekerja tanpa kantor atau di SOHO), aktivitas komunitas Indonesia di dunia cyber (mailing list di yahoogroups), konsekuensi (atau pengaruh) internet dalam proses pendidikan dan dalam kehidupan bernegara, serta dunia hacker (atau cracker?).

Aktivitas milis yang diteliti Onno Purbo adalah milis komunitas Indonesia di tahun 2002. Tentu saja waktu itu baru ada e-groups yang kemudian menjadi Yahoo!groups, dan belum ada Google Groups. Dengan adanya milis, orang jadi bisa berdiskusi, bertanya dan menjawab tentang sesuatu. Memberikan ilmu lewat internet sama artinya dengan beramal. Dan semakin banyak memberikan ilmu, semakin banyak beramal, insya Allah akan mendatangkan rizki dan pahala.

Dengan biaya internet yang murah, pelajar bisa ikut milis, berdiskusi, menimba ilmu. Internet juga memungkinkan adanya e-learning dan digital library, tempat menimba ilmu juga. Onno selalu mendorong 'santri'-nya (di dunia cyber dan mahasiswa-mahasiswanya) untuk menjadi produsen pengetahuan, karena dengan demikian akan menjadikan seseorang meng-konsumsi pengetahuan secara baik, menyebarkannya ke masyarakat, dan aktif berinteraksi.

Onno juga menyinggung mengenai kemungkinan bekerja di SOHO. Kekhawatiran yang muncul mungkin tidak adanya penghasilan tetap per bulan, tidak ada jabatan, atau tidak mewakili suatu perusahaan. Tetapi dengan keaktifan di dalam diskusi-diskusi di milis, masyarakat akan mengenal dan mengakui sehingga Onno sering diundang ke seminar-seminar di dalam dan luar negeri.

Dalam kehidupan bernegara, internet memungkinkan adanya Dewan Rakyat atau Majelis Rakyat, tanpa "Perwakilan". Rakyat bisa langsung menyuarakan aspirasi atau pilihannya tanpa perlu wakil-wakil. Onno juga menyinggung mengenai hacker yang tidak akan merusak suatu website, tetapi malah akan memberi masukan mengenai celah-celah keamanan suatu situs.

Filosofi dunia cyber sebenarnya sama saja dengan dunia nyata. Di dunia cyber perlu sopan santun. Siapa yang lebih berilmu dan bermurah hati menyebarkan pengetahuan akan dihormati; siapa yang membuat kerusakan akah dihujat. Yang berbeda adalah: di dunia cyber, pangkat, jabatan, kedudukan, (mungkin juga: usia), tidak memiliki pengaruh. Asalkan seseorang berilmu pengetahuan dan berbuat baik (beramal), maka ia akan terpandang.

Kembali kepada ajakan Onno Purbo untuk menjadi produsen pengetahuan, mengingatkan saya kepada satu buku berjudul The Knowledge-Creating Company oleh Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi (1995). Salah satu rahasia suksesnya perusahaan-perusahaan Jepang adalah karena mereka terus menerus menciptakan pengetahuan. Cocok dengan ajakan Onno. Kapan-kapan akan saya ulas(?) mengenai buku The Knowledge-Creating Company ini. Mesti scanning dulu karena sudah banyak yang lupa. Dulu uztad di masjid Al-Falah, Bendungan Hilir, Jakarta, mengingatkan kalau belajar sesuatu (waktu itu pernah belajar tajwid dan takhsin sebentar..) supaya bertujuan untuk nanti diajarkan kembali ke orang lain (yang sayang sekali belum dipraktekkan ☹). Saya kira ini masih senafas dengan "produsen pengetahuan" tadi. Menjadi "produsen pengetahuan" adalah beribadah.

Thursday, April 13, 2006

A Book Lover's Journal

A Book Lover's Journal
Buku A Book Lover's Journal (cetakan ke-7, April 1991) sudah lama saya beli, di Gramedia tahun 1993. Waktu itu saya beli dalam keadaan di-diskon. Sayang harga diskonnya sudah terhapus, tapi harga asli masih ada, yaitu Rp 32.050. Cukup mahal untuk ukuran tahun 1993. Padahal harga yang tercetak di buku (harga US) adalah $9.95. Dengan kurs US$ sekitar Rp 2.000 harga buku itu sebenarnya kurang dari Rp 20.000. Seingat saya, buku ini dibeli dengan harga Rp 9.000-an, masih terjangkaulah pada waktu itu. Sekarang harga buku ini adalah US$ 0.42 (barusan cek harga di amazon) dan ternyata sudah ada sejak Oktober 1986.

Sesuai dengan judulnya, buku ini menyediakan halaman-halaman kosong untuk mencatat buku-buku yang pernah dibaca. Sudah disediakan baris-baris "Title", "Author", "Date Read", dan "Comments". Di samping itu, juga ada halaman-halaman "Books to Read", "Books Borrowed", "Books Loaned", "Bookstores", dan "Libraries". Pokoknya, catatlah segala sesuatu mengenai buku-buku yang pernah dan akan kamu baca, buku-buku yang dipinjam dan dipinjamkan, serta toko-toko buku dan perpustakaan.

Sudah gitu,--dan ini yang membuat buku ini spesial--, buku ini dihiasi dengan gambar-gambar dan foto-foto serta sedikit uraian tentang berbagai hal yang berkaitan dengan buku. Tentang sejarah pembuatan kertas di Asia yang sudah berusia 2000 tahun; tentang buku pertama yang dicetak--Latin Bible dengan lebih dari 200 halaman-- di Mainz, Jerman tahun 1455 oleh Johannes Gutenberg; buku berbahasa Inggris yang dicetak pertama kali di Amerika Utara--The Whole Booke of Psalmes-- di tahun 1640; tentang Giambattista Bodoni (1740-1813) yang merancang lebih dari 300 typefaces; tentang perpustakaan, toko buku, dan penerbitan; dan lain-lain.

Buku "A Book Lover's Journal" dicetak di atas kertas ...(?), kertas yang warnanya agak krem, dihiasi border di atasnya. Buku ini digagas oleh Ann Dilworth dan Robert Lavelle. Robert Lavelle dan Christopher Carduff menseleksi artwork-nya dan Carduff menulis uraiannya.

Buku yang bagus, yang akhirnya jadi sayang untuk diisi coretan jurnal. Tapi dengan adanya buku ini, saya jadi terilhami untuk menjurnalkan buku-buku yang sudah dibaca. Hanya beberapa buku si yang tercatat, di sebuah buku khusus. Saya tidak begitu beruntung, jaman sekolah dulu tidak pernah ada tugas meresensi buku. Tidak seperti di sekolah adik-adik saya.

Saya juga pernah melihat wawancara Pepeng dengan Amien Rais dan Istri di acara "Warna-Warni" di RCTI, hari Selasa 14 Maret 2000 (ada catatannya, pas tidak masuk kantor pasti). Di situ Amien Rais bercerita bahwa Ibu-nya mendaftarkan Amien menjadi anggota perpustakaan. Setelah membaca suatu buku lalu dicatat. Kebiasaan ini membuka kegemaran untuk membaca. Cerita Amien Rais inilah yang semakin mendorong saya untuk mencatat buku-buku yang sudah dibaca.

O ya, di blog Yang Melintas, saya juga pernah mem-posting tentang beberapa buku yang pernah dibaca. Dan rasanya memang lebih enak mengetik jurnal di blog daripada menuliskannya di buku. Pegel euy tulis tangan. Hasilnya juga jauh lebih rapi di blog.

Jadi, apapun bukunya, apapun latar belakang membacanya--karena terpaksa (butuh ilmunya), iseng, cari hiburan, atau pas nemu--, blog ini adalah dokumentasi dari (sebagian) buku-buku yang pernah mampir ke tangan saya untuk dibaca. Mudah-mudahan Allah senantiasa menambah ilmu dan pengetahuan kita.

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (Al 'Alaq [Segumpal Darah]: 1-5)